Kebutuhan pembelajaran peserta didik yang semakin mendesak di masa pandemi COVID-19 dan hasil dari evaluasi implementasi kebijakan pembelajaran di masa pandemi mengharuskan pemerintah menyusun Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Keputusan ini disampaikan dalam Webinar di kanal Youtube KEMENDIKBUD RI, Jumat (20/11/2020).
Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil atau kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka bagi sekolah-sekolah di bawah kewenangannya. Pemberian izin secara serentak atau bertahap tergantung kesiapan daerah, berdasarkan evaluasi pemerintah daerah. Tentunya kesiapan sekolah masing-masing dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Kebijakan pembelajaran tatap muka dimulai semester genap bulan Januari 2021 . Daerah dan sekolah kalau ingin tatap muka harus segera meningkatkan persiapannya.
Mendikbud juga mengatakan, tiga pihak menentukan sekolah dibuka atau tidak yaitu pemda, kanwil atau kemenag memberikan izin kepada sekolah membuka tatap muka, kepala harus menyetujui, dan perwakilan orang tua melalui komite menyetujui. “Jika ketiga pihak setuju, maka sekolah boleh melaksanakan tatap muka,” kata Nadiem.
Kalaupun sekolahnya dibuka, orang tua masih bisa tidak memperkenankan anaknya untuk datang sekolah untuk tatap muka. Hak terakhir masih ada di orang tua. “Pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan atau tidak diwajibkan. Keputusan ada di pemda, kepala sekolah dan komite sekolah,” tekan Nadiem.
Faktor yang perlu menjadi pertimbangan daerah dalam pemberian izin
pembelajaran tatap muka antara lain tingkat risiko penyebaran
COVID-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan
sekolah dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka, akses terhadap sumber
belajar/kemudahan BDR, kondisii psikososial peserta didik, kebutuhan layanan
pendidikan bagi anak yang orang tuanya bekerja di luar rumah, ketersediaan
akses transportasi yang aman dari dan ke sekolah, tempat tinggal warga sekolah,
mobilitas warga antarkabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa serta kondisi
geografis.
Lanjut Nadiem, kegiatan berkerumunan, kantin, olahraga, dan ekstra tidak diperbolehkan. “Anak masuk belajar lalu pulang,” katanya.
Masih menurut Nadiem, melakukan relaksasi seperti ini masih akan memakan waktu berbulan-bulan karena pemenuhan check list, perizinannya, ada proses dan waktu. Jika tidak melatih sekarang resiko psikologi sosial kepada satu generasi kepada anak-anak kita bisa menjadi permanen. Ini resikoy ang harus kita tangani segera. Kunci menjaga keamanan adalah disiplin, jangan sampai kendor, jangan sampai sekolah-sekolah ini menjadi cluster covid baru.
Di akhir statementnya, Nadiem mengatakan, kepala sekolah, guru dan orang tua harus berpastisipasi untuk memonitor sistem ini. "Kalau ingin sekolah tatap muka berlangsung, mereka (kasek, guru, dan orang tua) juga harus berpartisipasi, memonitoring, memastikan keamanan anak mereka terjamin,” pesannya.
Penulis : Rifaus