Kelahiran UU Nomor
22 Tahun 1999 memiliki
semangat memberikan otonomi kepada daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah
dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang
luas, tetapi bertanggung
jawab.
Otonomi daerah juga
mengatur pembagian dan
pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman masing-masing daerah. Namun
demikian, otonomi daerah harus tetap ditempatkan dalam kerangka negara
kesatuan. Otonomi daerah berbeda dengan negara bagian dalam negara
federal. Dalam negara kesatuan, tidak ada negara dalam negara.
Pada perkembangan selanjutnya, UU Nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan
dengan terbitnya UU Nomor 32 Tahun 2004. Prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1. Otonomi daerah diterapkan dalam asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan;
2. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dilaksanakan di ranah
kabupaten dan kota;
3. Asas tugas pembantuan dilaksanakan di daerah provinsi, daerah
kabupaten, daerah kota, dan desa;
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan pusat kepada
pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mengalami
penyesuaian dan direvisi dengan disahkannya UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 dinilai tidak
relevan lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
UU Nomor 23 Tahun 2014 membagi urusan pemerintahan menjadi tiga,
yakni urusan pe me rintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan
urusan pemerintahan umum.
Urusan pemerintahan absolut adalah urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Karenanya, tidak ada hubungannya dengan otonomi atau desentralisasi.
Ruang lingkup yang menjadi urusan pemerintah pusat diterangkan dalam
pasal 10 ayat 1, yaitu agama, pertahanan, keamanan, yustisi, politik luar
negeri, moneter dan fiskal nasional.
Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/
kota.
Urusan konkuren dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan urusan
pemerintahan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua daerah. Ruang lingkupnya meliputi pelayanan
dasar dan non pelayanan dasar, sebagaimana diterangkan dalam pasal 12 ayat
1, 2, dan 3. Ruang lingkup pelayanan dasar meliputi: pendidikan; kesehatan;
pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan
permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
sosial.
Sementara, ruang lingkup non-pelayanan dasar meliputi: tenaga kerja;
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; pangan; pertanahan;
lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat adalah sebagai berikut:
1. Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah provinsi atau
lintas negara;
2. Urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah provinsi atau
lintas negara;
3. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas
daerah provinsi atau lintas negara;
4. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh pemerintah pusat;
5. Urusan pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan
nasional.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah provinsi adalah sebagai berikut:
1. Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota;
2. Urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/
kota;
3. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas
daerah kabupaten/kota;
4. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh daerah provinsi.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota;
2. Urusan pemerintahan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/
kota;
3. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya
dalam daerah kabupaten/kota;
4. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.
Selanjutnya, urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan
yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki
daerah. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan
pemerintah pusat dalam urusan pilihan adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan,
serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
2. Urusan pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan
pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan
daerah kabupaten/kota.
3. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan
pemerintah pusat.
4. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah
kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
Adapun urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan. Ruang lingkup
urusan pemerintahan umum berdasarkan pasal 25 ayat 1 adalah sebagai
berikut:
1. Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka
memantapkan pengamalan pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika,
serta mempertahankan dan memeliharaan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
2. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa; pembinaan kerukunan antar
suku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya, guna
mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan nasional;
3. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di
wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan,
potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila;
6. Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan
kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.
Beberapa contoh tertib berlalu lintas di antaranya
adalah sebagai berikut: 1. Menyebrang di jembatan penyebrangan atau di zebra cross.
2. Tidak menyerobot lampu merah.
3. Tidak mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi.
4. Berkendara di lajur jalan yang benar, tidak zig zag dalam berkendara
(bergonta-ganti lajur).
5. Menggunakan helm bagi pengendara motor.
6. Mengenakan sabuk keselamatan bagi pengendara mobil.
7. Tidak menyalip kendaraan dari sebelah kiri jalan.